Tampilkan postingan dengan label ADAB DAN AKHLAQ. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ADAB DAN AKHLAQ. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 April 2013

Putus asa artinya patah arang. Sikap ini adalah lawan dari harapan. Putus asa merupakan penyakit yang tentunya diharapkan kesembuhannya.

Putus asa adalah belenggu yang menghalangi seseorang untuk bebas bergerak, sehingga membuatnya diam di tempat, tanpa mampu berusaha mengubah kondisinya. Hal ini disebabkan jiwanya sudah dikuasai rasa putus asa dan sikap pesimis terhadap segala sesuatu yang ada dihadapannya.

Sikap putus asa mengindikasikan seseorang telah berburuk sangka terhadap Tuhannya, tidak lagi bertawakal kepada-Nya dan tidak punya harapan untuk mewujudkan keinginannya. Ini merupakan unsure negative kejiwaan, karena mengikis tekad berusaha dan menghancurkan hati dengan kerahuan dan rasa sakit serta membunuh semangat meraih cita-cita.

Seorang hamba yang beriman tidak bias dihinggapi sikap putus asa . Sebab bagaimana mungkin keputusasaan itu merasuki relung jiwanya sementara ia selalu menkaji firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya,

“…dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS: Yusuf 87)

Jika setiap hamba meyakini semua ketentuan-Nya, lantas bagaimana mungkin ia akan berputus asa? Ketika ia meyakini semua ketentuannya inilah, ia akan menghadapi segala sesuatunya dengan kemauan kuat, sikap ridha yang sempurna serta tekad yang jujur untuk menempuh sebab-sebab yang bias membuatnya berhasil.

Sejumlah ulama pernah bertutur, “Kalau bukan karena asa, arsitek tidak membangun gedung-gedung dan petani tidak menanam tanaman.”

Peliharalah asa dan raihlah cita menggapai ridha-Nya.

Wallahu a‘lam bishowab
Inilah jaji Allah Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan yang tidak pernah mengingkari janji:

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS: Asy-Syahr 5-6)

Sunatullah yang berlaku bagi hambanya adalah apabla berbagai macam krisis dan cobaan yang berat kian menghimpit, maka kemudahan dan solusi pun datang. Bukankan Anda sudah menyaksikan sendiri bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemudahan dan pertolongan kepada umat Islam setelah hijrah ke Madinah? Padahal, sebelumnya mereka hidup di tengah-tengah situasi dan kondisi yang sangat sulit dan berat di Mekah.

Anda juga melihat sendiri saat Perang Ahzab, ketika kaum Muslimin terjepit dan orang-orang mulai berprasangka yang tidak-tidak kepada Allah Subhanallahuwwa Ta’ala. Setelah semua itu terlalui, terbuktilah apa yang disabdakan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam,

“Sekarang kalianlah yang akan memerangi mereka, bukan mereka yang memerangi kita lagi”

Begitu juga ketika Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam wafat. Beban dunia ini terasa menghimpit para sahabat. Bangsa Arab banyak pula yang murtad. Namun situasi genting itu berlangsung hanya beberapa saat, kesulitan pun berlalu. Kaum Muslimin berubah menjadi penakluk Negara-negara besar: Persia dan Romawi. Orang-orang yang murtad dengan izin Allah Subhanallahuwwa Ta’ala berubah menjadi tentara-tentara yang berada bersama barisan kaum Muslimin.

Satu persoalan terkadang secara lahiriah terlihat buruk. Namun kemudian persoalan itu seringkali berakhir baik atas izin Allah Subhanallahuwwa Ta’ala. Tidakkah Anda mendengar sendiri peristiwa Hadits Al-Ifk yang mengandung fitnah dan kekejian tiada tara kepada Ummul Mukimini Aisyah? Kendati demikian, Al-Quran sendiri menyatakan, 

“ Janganlah kalian mengira, bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian, bahkan ia adalah baik bagi kalian” (QS: An-Nur 11)

Karena itu marilah kita melihat segala persoalan dengan optimis meski secara lahiriah terlihat tidak baik. Kita mesti membuang jauh-jauh sikap putus asa dan rendah diri. Bukankah kekasih kita Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sudah bersabda,

“Optimislah meraih kebaikan, niscaya kalian akan mendapatkan kebaikan itu"

Bukalah jendela hatimu wahai insane yang putus asa. Biarkanlah cahaya memasuki relung hatimu yang gelap dan sudut-sudutnya yang sempit dengan secercah harapan yang terang.

Wallahu a’lam bishowab

Sabtu, 23 Maret 2013

Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik sebagaimana yang telah Allah firmankan,
 لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (Al Ahzab: 22)

Dan di antara sifat yang menonjol dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sifat al jud (dermawan), yaitu suka memberikan harta yang dia cintai atau melakukan suatu amalan untuk menolong orang lain. Al Jud adalah seseorang mendermakan hartanya dengan cara memberi bantuan kepada orang-orang miskin, memberi hadiah kepada orang yang mampu, dan ringan tangan, suka menolong orang-orang yang membutuhkan.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ketika menggambarkan sosok Nabi shallallahu ‘alahi wasallam beliau mengatakan,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلم  أَحْسَنَ النَّاسَ وَجْهاً ، وكان أَجْوَدُ الناسِ ، وكان أَشْجَعَ الناسِ
“Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam adalah orang yang paling bagus wajahnya, paling dermawan dan paling pemberani.” (HR. Muslim)

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu juga, beliau berkata,
  مَا سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ عَلَى الإسْلاَمِ شَيْئـاً إِلاَّ أَعْطاَهُ

“Tiada pernah sama sekali Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam dimintai sesuatu untuk Islam, kemudian beliau tidak memberikannya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Jabir radhiyallahu ‘anhu juga pernah berkisah sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menawar unta miliknya yang telah lemah karena safar dengan harga beberapa dirham. Dan tatkala telah disepakati harganya maka beliau memberikan kepada Jabir uang dan unta itu sekaligus.
Dikisahkan pula tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kembali dari perang Hunain, orang-orang arab badui mengikutinya dan meminta kepada beliau sampai beliau bersandar di pohon. Dan saat beliau di atas kendaraannya tiba-tiba selendang beliau diambil. Maka beliau bersabda,
أعْطُوني رِدَائي ، فَلَوْ كَانَ لِي عَدَدُ هذِهِ العِضَاهِ نَعَماً ، لَقَسَمْتُهُ بَينَكُمْ ، ثُمَّ لا تَجِدُونِي بَخِيلاً وَلاَ كَذّاباً وَلاَ جَبَاناً

“Berikan selendangku! Demi Allah kalau aku memiliki sejumlah pohon berduri ini niscaya aku akan memberikannya untuk kalian, sehingga kalian tidak mendapatiku sebagai orang yang bakhil, tidak pula penakut dan tidak pula pendusta.” (HR. Al Bukhari)
 
Kedermawanan Beliau Menyebabkan Orang Masuk Islam

Kedermawanan beliau begitu besar, dan dikatakan bahwa kedermawanan beliau adalah sebab orang masuk ke dalam Islam.
Anas bin Malik berkata,
 وَلَقَدْ جَاءهُ رَجُلٌ ، فَأعْطَاهُ غَنَماً بَيْنَ جَبَلَيْنِ ، فَرجَعَ إِلَى قَوْمِهِ ، فَقَالَ : يَا قَوْمِ ، أسْلِمُوا فإِنَّ مُحَمَّداً يُعطِي عَطَاءَ مَن لا يَخْشَى الفَقْر ، وَإنْ كَانَ الرَّجُلُ لَيُسْلِمُ مَا يُريدُ إِلاَّ الدُّنْيَا ، فَمَا يَلْبَثُ إِلاَّ يَسِيراً حَتَّى يَكُونَ الإسْلاَمُ أحَبَّ إِلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا

Seorang lelaki datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Maka Nabi pun memberikannya kambing yang berjumlah satu lembah. Orang tersebut lalu kembali kepada kaumnya dan berkata, “Wahai kaumku, masuk Islamlah kalian! Sesungguhnya Muhammad telah memberikan suatu pemberian, dia tidaklah khawatir akan miskin”. Orang itu masuk Islam karena menginginkan dunia namun begitu dia masuk Islam, Islam itu lebih dicintai dari dunia dan seisinya. (HR. Muslim)

Syihab berkata,
 “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berangkat perang Al Fath (Fathul Makkah). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dengan kaum muslimin dan berperang di Hunain. Allah pun menolong agamanya dan kaum muslimin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika itu memberi Sofwan bin Umayyah seratus unta, kemudian menambahkan seratus, kemudian menambahkan lagi seratus”.

Ibnu Syihab menceritakan bahwa Sa’id bin Al-Musayyib mengatakan bahwa Sofwan berkata,
“Demi Allah sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberiku apa-apa yang dia beri, sedangkan dulu beliau adalah orang yang paling aku benci, dan senantiasa beliau memberiku sampai beliau adalah orang yang paling aku cintai”. (HR. Muslim).
 
Bertambahnya Kedermawanan Beliau di Bulan Ramadhan

Di bulan yang penuh kebaikan ini, kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertambah-tambah, lebih dari biasanya. Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
 كَانَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – أجْوَدَ النَّاسِ ، وَكَانَ أجْوَدَ مَا يَكُونُ في رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْريلُ ، وَكَانَ جِبْريلُ يَلْقَاهُ في كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ القُرْآنَ ، فَلَرَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم – ، حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبرِيلُ أجْوَدُ بالخَيْرِ مِن الرِّيحِ المُرْسَلَةِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan dalam kebaikan, dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan sampai akhir bulan. Datanglah Jibril dan beliau membacakan kepadanya Al Qur’an dan ketika Jibril menjumpai beliau maka beliau bersikap lebih dermawan dengan kebaikan dibanding angin yang berhembus. (HR. Al Bukhari)

Demikian sedikit petikan dari kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam. Semoga kita sebagai pengikut beliau bisa menjadi sosok yang dermawan seperti beliau ‘alaihis shalatu wassalaam.
Wallahu ta’ala a’lam.

Referensi:
-          Syarh Riyadhis Shalihin, Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
-          Qutufun min Syamaaili Al Muhammadiyyah, Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Ditulis Oleh: Abu Umar Al-Bankawy
 
JENDELA ILMU ISLAM © 2013 | Powered by Blogger | Blogger Template by DesignCart.org